Kepolisian menyatakan akan
menyelidiki video propaganda kelompok militan yang menamakan diri Negara
Islam (ISIS), yang menunjukkan anak-anak berlatih menggunakan senjata
dan membakar paspor.
Meski demikian, ia mengakui bahwa menjangkau anak-anak dalam video itu akan sulit jika mereka berada di luar Indonesia.
"Kita akan pelajari dulu, mencari tahu ... karena bisa saja di luar Indonesia. Kalau tidak di Indonesia ya tentunya ada kendala untuk mencari tahu lebih detail ya," ujarnya kepada BBC Indonesia.
Meskipun dalam video itu diperlihatkan anak-anak membakar paspor sebagai tanda 'melepaskan diri' dari kewarganegaraan Indonesia dan Malaysia, belum dapat dipastikan apakah video dibuat di luar negeri.
"Kalau hanya melalui digital forensic atau dengan mendatangkan ahli mungkin kita tahu bahwa itu di luar negeri," kata Boy.
Pada Kamis (19/05), beredar video berdurasi 15 menit yang menunjukkan anak-anak berlatih menggunakan senjata
Mereka terlihat bersama kumpulan laki-laki dewasa yang diduga pendukung kelompok militan Negara Islam atau ISIS. Anak-anak itu tampak seperti anak Indonesia atau Malaysia, dan fasih berbahasa Arab.
Video berjudul The Generation of Epic Battles – Wilāyat al-Barakah itu beredar di internet melalui portal berita dan media sosial.
Namun tidak diketahui siapa yang pertama kali mengunggahnya, di mana video itu dibuat, maupun motif di balik itu.
Penelusuran BBC Indonesia menemukan bahwa video itu mungkin pernah diunggah di situs Internet Archive dan kini tak bisa diakses. Video itu juga diunggah di blog tak resmi ISIS, Islamic State Times.
Dalam video, tampak belasan anak dan orang dewasa yang mengenakan baju loreng tengah memegang paspor Indonesia dan Malaysia.
Terlihat bendera ISIS di pojok kanan video. Sebelum mereka membakar paspor-paspor itu, laki-laki yang disebut "Abu Thalha Malizi" berseru lantang dengan logat melayu.
"Kepada penguasa-penguasa tiran, kepada penguasa-penguasa thogut, yang berada di bumi Nusantara khasnya di Indonesia dan Malaysia.
Ketahuilah bahwasanya kami bukan lagi warga negara kamu, dan kami melepas diri daripada kamu ... ini adalah tanda pembebasan kami dari kamu wahai pemimpin-pemimpin thogut."
Anak-anak itu juga diperlihatkan sedang dididik untuk melawan thogut, yakni julukan bagi pemerintahan yang tidak menganut syariat Islam.
"Wahai para thogut, kami persiapkan ini semua untuk menghancurkan kalian ... karena kalian telah mengubah-ubah hukum Allah," kata seorang anak.
Upaya memblokir
Meski terlanjur beredar, Kementerian Komunikasi dan Informatika berupaya memblokir video itu.Juru bicara Kemenkominfo Ismail Cawidu mengatakan ia akan berkoordinasi dengan tim Trust+, penyaring konten internet andalan Kemenkominfo.
"Sama halnya dengan video-video radikal sebelumnya... Kita proses untuk ditindaklanjuti. Bahkan website yang memuat itu juga kita proses untuk diblokir. Tapi memang melalui sebuah sistem penataan dan tata kelola karena di sini kan ada panel pemblokiran," kata Ismail.
Sampai pukul 22.58 WIB hari Kamis (19/05), video itu masih dapat diakses melalui Youtube.
Ini bukan pertama kalinya pendukung ISIS memanfaatkan anak-anak untuk menyuarakan panggilan 'jihad' mereka.
Video anak-anak yang membakar paspor beredar beberapa hari setelah video berjudul In The Footsteps of My Father, yang menunjukkan dua bocah Prancis mengeksekusi dua pasukan pemerintah Suriah.
Pada Agustus 2015, beredar foto bayi yang berbaring di antara senapan dan granat beserta kertas bertuliskan pesan dalam bahasa Indonesia yang mengajak orang untuk "hijrah atau berjihad di tempatnya".
Video ini beredar di tengah kekhawatiran pemerintah Indonesia akan bertambahnya jumlah WNI yang berangkat ke Suriah atau Irak untuk bergabung dengan ISIS.
Selama dua tahun terakhir, ada sebanyak 300 hingga 700 warga Indonesia diyakini telah bergabung dengan ISIS di Suriah dan Irak. Jumlah itu kini bertambah sekitar 100 orang, menurut Kadiv Humas Polri Boy Rafli Amar.
"Mereka tidak selalu terbuka dalam berangkat ke luar negeri itu. Seolah-olah ingin bekerja, berwisata, atau sekadar berkunjung. Tapi di negara persinggahan itulah dia membelokkan rencananya dan bergabung," kata Boy.
"Atau bahkan orang Indonesia yang selama ini ada di luar negeri, kemudian ikut kegiatan-kegiatan itu (ISIS).".
Bukan hal baru
Aksi pembakaran paspor dan perekrutan anak-anak menjadi militan ISIS bukan hal baru, menurut mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Ansyad Mbai. Aksi pembakaran paspor pernah dilakukan militan ISIS sekitar dua atau tiga tahun lalu."Hampir semua militan dari Indonesia dan negara lain yang ke sana, begitu mereka masuk ke perbatasan Suriah atau Irak, mereka bakar paspornya," kata Ansyad.
Begitu pun video yang menunjukkan anak-anak latihan senjata dan baris-berbaris. Ansyad menjelaskan, anak-anak itu digunakan sebagai tameng.
Walaupun demikian, ia memperingatkan bahwa mereka berpotensi melakukan aksi teror ketika kembali ke Indonesia.
"Dalam jangka panjang nanti, begitu mereka kembali ke negara masing-masing (mereka) itu jadi militan."
Menurut Ansyad, aksi itu kembali diumbar sebagai propaganda kelompok ISIS untuk menunjukkan seolah-olah mereka masih layak diperhitungkan.
"Saya kira itu lebih bersifat untuk menunjukkan eksistensi mereka saja karena kalau kita lihat situasi di Irak dan Suriah sekarang kan ISIS itu relatif sudah terdesak. Banyak mereka terpecah belah.
Sekarang yang banyak itu kan di Afrika sana, di Afrika Utara; di Nigeria, di Tunis, di Aljazair... lebih banyak di sana sekarang," ujarnya
Seruan pendukung ISIS dalam video itu tak lantas membuat umat Islam di Indonesia tertarik, bahkan dari kalangan yang sama-sama ingin menegakkan syariat Islam.
Sekjen Majelis Mujahidin Indonesia Shobbarin Syakur menyatakan tidak setuju dengan seruan dalam video tersebut, yang menyebut pemerintah sebagai thogut dan bertendensi mengkafirkan orang yang tak sepaham.
"Mereka tuh enggak mau tahu... Padahal syariat Islam itu kan banyak.
Kalau kita lihat Jokowi itu juga salat kan... Kemudian hakim-hakim yang memutus perkara itu salat juga dia kan... syahadat juga... tapi dikatakan thogut. Ini memang kurang ajar mereka itu. Merusak citra Islam," kata Shobbarin.
sumber : disini
video : disini